Menu

Jumat, 09 Januari 2015

Resensi Film: The Fault In Our Stars (2014)

Diangkat dari novel sukses karya John Green, “The Fault In Our Stars” merupakan film drama NORMAL, di mana tidak ada sesuatu yang berlebihan atau spektakuler, “hanya” sepasang remaja yang berjuang melawan kanker (memperpanjang usia), tetapi mampu menyentuh hati. Materi aslinya sudah sangat bagus, dan baik penulis naskah Scott Neustadter maupun sutradara Josh Boone melakukan tindakan tepat dengan tidak merubah dialog-dialog yang ada di buku. Tim produksi film lebih memilih untuk menghilangkan tokoh-tokoh yang tidak penting dibanding mengurangi percakapan yang memang menjadi kelebihan utama kisahnya.

SPOILER ALERT! SPOILER ALERT!

Mayoritas penonton film ini, tentu saja adalah orang yang sudah membaca bukunya. Ketika sudah membaca bukunya, kita akan lebih mengerti dengan apa yang terjadi dalam filmnya. Sayangnya, ada beberapa bagian yang mungkin sulit dimengerti oleh penonton awam (yang belum membaca bukunya). Berikut bantuan untuk penonton awam dan beberapa bagian yang tidak ada di film:
  • Hazel Grace menderita kanker thyroid yang telah menyebar ke paru-paru, sehingga ia sering kesulitan bernafas, dan paru-parunya rawan terisi air. Tetapi kanker ini tidak berkembang karena ada obat “percobaan” bernama Phalanxifor. Obat ini gagal pada 70% pasien lainnya, dan hanya berhasil pada Hazel. Oleh sebab itulah Hazel bisa berumur lebih panjang, meskipun tidak akan pernah bisa sembuh. Anyway, obat ini hanya fiksi.


  • Augustus Waters sempat didiagnosa sembuh dari kanker (85%) setelah kakinya dipotong, ia memakai kaki palsu sejak saat itu. Sebelum itu ia adalah pemain baseball terkenal di Indiana, tetapi pada fase akhirnya lebih banyak prestasi yang diraih karena orang-orang mengasihani dia.  Ternyata belakangan diketahui penyakitnya telah menyebar ke seluruh tubuh. Pada akhir-akhir cerita, Augustus sudah sangat lemah dan nyaris selalu memuntahkan makanannya (tidak ada di film), maka dia dipasangi G-Tube untuk memasukkan nutrisi ke tubuhnya. G-Tube inilah yang infeksi waktu dia di pom bensin, sehingga mau tidak mau Hazel harus menelpon 911, meskipun Gus melarangnya, karena Gus bisa mati keracunan karena infeksi.



  • Hazel Grace bahagia sekali ketika mengetahui Mamanya ikut dinas sosial, karena selama ini ia selalu takut meninggal dan membuat mamanya menjadi tidak punya kehidupan sama sekali. Ia sedih karena hidup Mamanya hanya dihabiskan untuknya. Ternyata Mamanya sering belajar ketika menunggu Hazel (oleh sebab itulah Mamanya selalu dengan sukarela menunggu saja ketika Hazel melakukan segala sesuatu). Karena takut Hazel merasa dikhianati, mereka menyembunyikan hal ini. Tetapi Hazel justru senang sekali karena ia tidak menjadi beban untuk orang tuanya, bahwa orang tuanya bisa punya kehidupan setelah ia mati.
  • Alasan utama Augustus memandangi Hazel ketika pertama kali bertemu adalah karena Hazel sangat mirip dengan mantannya. Mantannya telah meninggal karena kanker otak. Tetapi karakter Hazel berbeda jauh dengan mantannya, sehingga Augustus pun semakin jatuh cinta dengannya.
  • Peter Van Houten memang benar-benar JAHAT seperti di film. Bahkan di buku lebih menyebalkan. Pada akhir film diceritakan Peter Van Houten yang memberikan surat Augustus pada Hazel. Sementara di buku, Lidewij-lah yang membongkar rumah Peter untuk menemukan surat dan mengirimkannya ke Hazel.

Yang kurasa kurang dari film ini adalah casting dan segi artistiknya. Pemilihan Shailene Woodley & Ansel Elgort adalah sesuatu hal yang tepat, terbukti chemistry mereka terasa dengan baik. Tetapi pemilihan Willem Dafoe sebagai Peter tentu sangat berbeda dengan penggambaran di buku. Seharusnya Peter berperut buncit. Kemudian Papa-Mama Hazel yang diperankan Sam Trammell & Lauran Dern tidak bisa dibilang bagus, karena mereka tampak tidak cukup “melas” sebagai orang tua pasien kanker. Dari segi artistik, pergerakan kamera dan tangkapan gambar terasa kurang indah. Ada banyak bagian di Amsterdam yang seharusnya bisa disyuting dengan lebih baik.

The Fault In Our Stars memang terasa lebih natural, tidak berlebihan, dan memiliki sisi kemanusiaan yang tinggi. Dengarkan baik-baik dialog Hazel-Gus tentang kehidupan, kematian, dan alam baka. Selain itu, ada bagian-bagian lucu yang mampu membuat penonton tertawa. Selain itu, kisahnya saja sudah cukup meremukkan hati. Sederhana tetapi menyentuh. 

The Fault In Our Stars : Trailer Movie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar